MEMAHAMI HAK ASASI KAMU DAN AKU (DITENGAH PANDEMI)
Saat mewabah virus covid-19 ini, semua masyarakat diharuskan untuk mengurangi pergerakan diluar rumah, untuk mengurangi tingkat penyebaran virus yang cepat. Kebijakan pemerintah kepada masyarakat menghimbau untuk mengurangi aktivitas sosial mulai dari social distancing, hingga kemanapun aktifitas ke luar rumah harus memakai masker, membawa dan memakai sanitizer, kurangi kontak fisik, sampai pada pembatasan sosial berskala besar yaitu (PSBB). Segala kegiatan terhambat, seperti acara keagamaan, pendidikan, mata pencaharian, perekonomian, dan masih banyak lainnya. Banyak yang terkena dampak atas adanya wabah virus corona ini, dan kebanyakan ialah dampak negatif. Seperti contoh : dalam bidang pendidikan yang harus terpaksa beralih menjadi sistem online, belajar tapi tidak bertatap muka langsung, bayangkan berapa orang siswa dan siswi di seluruh Indonesia yang punya alat komunikasi? Seperti handphone android untuk normal bisa akses internet, kesulitan mengakses internet secara normal, borosnya kuota, bahkan untuk beli kuota juga susah, masih mending jika mereka tinggal di kota atau tempat yang mudah untuk beli kebutuhan, dan naas sekali bagi mereka yang tinggal di pelosok desa, sampai ada yang di hutan rumahnya. Tidak hanya siswa dan siswi, seluruh kampus yang ada di Indonesia juga melakukan belajar daring (online) ini, masalahnya hampir sama, tidak sedikit memakan kuota internet selama belajar online ini, orang tua ada yang sampai kewalahan di situasi seperti ini, ada desakan untuk memenuhi kebutuhan itu, terutama untuk masyarakat yang memang penghasilan yang sangat kecil dan di bawah rata-rata, ini sangat memprihatinkan karena jika itu diabaikan bagaimana dengan mereka? Bagaimana dengan aktifitas belajar mereka?, sampai ada berita, mengenai orang tua yang melakukan pencurian handphone untuk anaknya belajar online, karena mungkin untuk kebutuhan dan pendapatan tidak sesuai apalagi dikondisi seperti sekarang ini, miris sekali bukan. Disini dibutuhkan peran pemerintah langsung menyelesaikan permasalah seperti ini, dengan mengasih subsidi tambahan, bantuan, serta lebih memperhatikan masyarakat yang membutuhkan pertolongan darurat, karena jelas sekali kehidupan normal seperti biasanya terhambat, dan perlu ketegasan dalam menetapkan keputusan pada saat memberikan himbauan, yang kita lihat semua kegiatan ditutup kecuali tempat pariwisata dibuka, heran jika itu dibuka sama saja bohong, dan perlu penegasan dari aparat dan pemerintah menanggapi hal itu, tempat aktifitas lainnya juga harus dibatasi, karena virus ini menyebar bukan hanya di sekolah saja. Ketidakadilan secara tidak langsung ini mendapat respon warganet dan sejumlah artis yang peduli kepada masyarakat yang terdampak, disaat dikondisi seperti ini ada beberapa wilayah dan tempat yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, ini semakin memancing kepedulian antar bersama, para artis rame-rame membuat konser online amal, menyebar petisi desakan solusi dan lainnya, sesuai backroundnya. Tidak hanya artis orang atau komunitas yang peduli akan kondisi seperti ini, mengadakan donasi bantuan berupa apapun yang dibutuhkan, melalui sebaran pamflet yang banyak tersebar di sosial media, mereka ikut berbicara di sosial media, dengan satu suara dan membagikannya di media sosial manapun, bantuan, empati, sampai satu suara mengenai desakan peran pemerintah, yang sepatutnya dikala kondisi sekarang. Disini titik keputusan untuk mencapai keadilan yang seharusnya dipertegas, dan harus lebih melihat kepada masyarakat yang sangat darurat membutuhkan bantuan segera. Semua kalangan masyarakat mulai resah, terutama bagi yang menggantungkan hidup kepada pekerjaan yang penghasilannya tidak menentu, kebutuhan yang semakin mendesak setiap harinya, seperti kami pernah melihat para pengemudi ojek online memaksakan diri untuk tetap mencari nafkah di tengah daruratnya covid 19 ini, himbauan semakin diabaikan, karena berbenturan dengan kebutuhan mereka sendiri, apa boleh buat karena itu bukan solusi yang adil, mereka harus keluar dan mencari nafkahnya. Melihat kondisi seperti itu, ini adalah masalah bersama seharusnya pemerintah turun tangan dan memberi solusi yang tepat, karena masyarakat sudah sangat di desak oleh kebutuhan mereka dan terpaksa sampai sekarang kami lihat, banyak orang-orang yang kembali ke rutinitasnya lagi, sudah beberapakali dihimbaukan memakai masker dan lain-lain oleh protokol kesehatan, namun tetap saja banyak orang yang tidak mematuhi, dengan alasan tidak punya maskerlah, karena barangkali pada situasi seperti ini, para penumpuk masker semakin berulah, mementingkan keuntungannya sendiri jadi alat yang dibutuhkan ditengah covid 19 ini dimahalkan, situasi yang dimanfaatkan oleh para pebisnis jahat. Situasi semakin sangat panik saat bertahan di situasi seperti ini yaitu sampai sekarang jumlah korban yang memang menurut survei data di berbagai wilayah menunjukan angka yang memang naik untuk yang positif corona ini, itu belum yang memang dinyatakan meninggal dunia, banyak tanggapan dari masyarakat dari berbagai kalangan yang memang percaya akan data yang terpapar corona itu di Indonesia, ada juga yang masih mempercayakan data itu benar tidaknya. Hingga semua kalangan mengutarakan pendapatnya, kalangan artis contohnya seperti jerinx yang ditangkap karena prespektifnya mengenai konspirasi dibalik corona ini, sehingga ada pihak yang memang tersinggung dan terjerat pasal UU IT pencemaran nama baik. Disini kebebasan berpendapat sangat dibatasi, dan hukum yang ada buta dalam membedakan suatu perbuatan jahat dan hanya berpendapat/berekspresi. Banyak di sosial media yang menyuarakan desakan kepada pemerintah tentang pembebasan yang harus dilakukan pada jerinx khususnya, yang tadinya hanya berpendapat menyuarakan apa yang ada di benaknya namun berujung pemidanaan. Dimasa pandemi sekarang, para aktivis memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan kepeduliaannya terhadap HAM. Di Indonesia, untuk membela HAM seseorang dengan memanfaatkan media sosial yaitu dengan menggalakan dan mengumpulkan suara dari masyarakat pengguna media sosial. Dilakukan dengan membuat pembelaan seperti tagar di media sosial, pengisian petisi pembebasan, dsb. Salah satu contoh kasusnya yaitu pembelaan terhadap HAM kebebasan berpendapat seorang musisi Jerink. Pembuatan tagar #savejerink dan juga pengisian petisi agar ia tidak dibui sedang gencar digalakan oleh aktivis peduli HAM. Bahkan dari para aktris pun ikut membelanya. Jerink dibela karena dianggap jika ia dibui maka kebebasan berpendapatnya tidak diberi. Postingannya di media sosial yang dilaporkan kepada pihak berwajib dengan menggunakan UU ITE tentang pencemaran nama baik dianggap berlebihan. Sebab tidak melakukan konfirmasi dahulu maupun berbicara kepada Jerink dari pihak pelapor dan juga apa yang dilakukan oleh Jerink itu semata-mata hanya ingin melindungi ibu-ibu yang melahirkan agar tidak kehilangan bayinya dikarenakan prosedur tes dari ID Bali. Maka dari itu, pembelaan terhadap Jerink sedang gecar dilakukan saat ini semua orang ikut mengutarakan pendapatnya mengenai benar atau tidaknya isu konspirasi dibalik virus corona ini, perlu hati-hati, sekarang rentan sekali dikaitkan dengan pasal penghinaan dan pencemaran nama baik, dan pasal makar, walaupun katanya ada kebebasan berekpresi. Para aktivisme ham sekarang ini, membela keadilan menggunakan sosial media, dengan bantuan share dan menanggapi petisi pembebasan orang yang direnggut keadilannya, tidak hanya itu beberapa aktivis bergerak langsung ke lapangan, dengan syarat mengikuti himbauan protokol kesehatan, seperti gerakan kamisan yang barangkali masih dilaksanakan oleh para aktivis.
Seperti yang kita tahu juga bahwa pandemi telah menghantui kita dengan bebagai percakapan yang masih blur, akan tetapi “social justice warrior” perlu diketahui bahwa Tidak perlu menjadi pandemi global untuk mengingatkan kita bahwa kita semua terhubung. Gerakan gerakan yang tersebar di seuruh dunia diyakini masih terus diakukan dengan beragam cara salah satunya yang paling efektif adalah dengan penggunakan hasil dari “revolusi digital” yang demokratis yakni sosial media.
Gerakan gerakan para “sosial justice warrior” seperti black live matter dan Me Too, seperti gerakan flatten the curve. Kita tidak diharuskan berkulit hitam untuk mendukung gerakan black live matter dan tidak perlu untuk menjadi korban kekerasan seksual untuk mengikuti aksi dan mendukung Me Too.
Dalam hal pendidikan, misalnya di perguruan tinggi ketidaksetaraan sosial ekonomi yang mengalihkan pembelajaran ke ruang virtual menjadi problem dimana tidak semua memiliki akses dan kemampuan yang sama. Hal ini mungkin saja terjadi karean pemerintah dan perguruan tinggi yang tidak peka dengan situasi yang ada dengan bamyak orang yang rentan berpenghasilan rendah.
Dalam keadaan pandemi ini diseluruh dunia tidak menjadi terhentinya ketidakadilan-ketidakadilan, misalnya bantuan ekonomi yang diberikan kepada masyarakat terdampak yang banyak dikatakan tidak akan cukup melindungi pekerja paling rentan terdampak kemiskinan dan hal tidak mengenakan lainnya.
Social distancing mengharuskan individu untuk memisahkan diri dari orang lain. Penularan Covid 19 memengaruhi kita, sementara kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan pandemi ini. Berbagai perdebatan para ahi epidemiologi diseuruh dunnia yang membingunngkan yang kemungkinan akan menjadi penentu keberhasilan dan kegagalan adalah kebijakan yang ada ditangan pemerintah.
Komentar
Posting Komentar